FENOMENA BADAI MATAHARI DAN DAMPAKNYA TERHADAP BUMI



Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memperkirakan puncak aktivitas matahari disertai badai matahari akan terjadi antara 2012 hingga 2015. Badai matahari ini tidak akan langsung menghancurkan peradaban di bumi, tapi akan berpengaruh pada sistem
berteknologi tinggi seperti satelit dan komunikasi radio.
Badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik. Di Indonesia pengamatan tentang bintik matahari telah dilakukan oleh Lapan sejak tahun 1975
Ketika badai matahari kuat menyerang, umat manusia di bumi akan menghadapi dua masalah besar. Pertama, adalah tentang masalah jaringan listrik modern sekarang. Jaringan listrik modern sekarang pada umumnya menggunakan tegangan tinggi untuk mencakup daerah lebih luas, ini akan memungkinkan operasi jaringan listrik lebih efisien, kita bisa mengurangi kerugian selama transmisi listrik, juga kerugian listrik karena produksi yang berlebihan. Namun, secara bersama ia juga menjadi lebih rentan terhadap serangan cuaca ruang angkasa. transmisi jaringan akan menjadi sangat rentan dan tidak stabil, atau bahkan mungkin menyebabkan terhenti secara total. dan ini hanya merupakan efek domino yang pertama, selanjutnya mungkin juga akan menyebabkan “lalu lintas lumpuh, komunikasi terputus, industri keuangan runtuh dan fasilitas umum kacau; pompa berhenti menyebabkan pasokan air minum terputus, kurangnya fasilitas pendingin, makanan dan obat-obatan sulit disimpan secara efektif. Para ilmuwan telah memperkirakan bila ada intensitas badai matahari kuat mungkin dapat menyebabkan kerugian sosial dan ekonomi manusia, hanya pada tahun pertama saja kerugiannya mencapai 1-2 triliun dollar AS, sementara pemulihan dan rekonstruksinya diperlukan setidaknya 4-10 tahun
Isu yang kedua adalah tentang masalah sistem jaringan listrik yang saling ketergantungan yang dukungan kehidupan modern kita, seperti masalah air dan penanganan limbah, masalah infrastruktur logistik supermarket, masalah pengendalian gardu listrik, pasar keuangan dan lainnya yang tergantung pada listrik. Jika dua masalah digabung jadi satu, kita dapat dengan jelas melihat bahwa peristiwa kemungkinan muncul kembalinya badai matahari Carrington sangat mungkin akan menyebabkan bencana besar yang langka. Adviser laporan khusus dari National Academy of Sciences Amerika Serikat dan analis daya listrik industri John Kappenman menganggap “Bencana seperti ini dibandingkan dengan bencana yang biasa kita bayangkan secara total berlawanan. biasanya wilayah kurang berkembang rawan serangan bencana, namun dalam bencana ini, wilayah yang semakin berkembang lebih rentan terhadap serangan bencana.”
Sebenarnya badai matahari pernah terjadi pula pada pagi hari,tepatnya 1 September 1859, saat itu astronom Inggris Richard Carrington tak sengaja menemukannya. Dengan menggunakan alat filter, dia mengamati dan mempelajari permukaan matahari melalui teleskopnya.
Namun, dia begitu terperanjat saat mengetahui ada kilatan cahaya terang keluar dari permukaan matahari. Tanpa diketahuinya, pada hari itu telah terjadi badai matahari yang diprediksikan dunia akan terulang kembali pada 1 September 2012.
Melansir pemberitaan Daily Mail, dikisahkan Carrington mencatat titik cahaya terang yang merupakan awan plasma menuju ke bumi. Sekitar 48 jam kemudian dampaknya mulai terasa luar biasa. Miliaran aurora menyinari langit malam di bumi. Cahayanya sungguh kuat sehingga membuat kita mampu membaca di tengah malam.
Selain berdampak terhadap sistem teknologi tinggi, meningkatnya aktivitas matahari juga juga akan berdampak terhadap perubahan iklim di bumi. Dampak ekstrem peningkatan aktivitas matahari di bumi juga dapat menyebabkan kemarau panjang.
Kemarau panjang yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan fenomena alam yang diberi nama El-Nino. Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya suhu di lautan tropis Pasifik Tengah dan Timur dan terjadi setiap beberapa tahun. ndonesia setidaknya pernah mengalami dua kali musim yang terbilang ekstrem yaitu musim kering yang cukup panjang. Musim kemarau panjang itu telah berlangsung kurang lebih selama enam bulan pada 1982 hingga 1983 dan yang terparah adalah tahun 1997 hingga 1998 silam. Tak hanya di Indonesia, kemarau panjang pada 1997 hingga 1998 juga menimpa kawasan Asia Tenggara seperti Myanmar, Laos, Filipina, dan Vietnam.
Sehingga tidak ada salahnya pemerintah Indonesia harus mulai melakukan sosialisasi mengenai badai matahari dan dampaknya serta dilakukan upaya-upaya untuk mengeliminir, diantaranya gerakan penghijauan agar semakin digencarkan, namun paling tidak jika sudah ada informasi yang benar maka ketika tiba, tak perlu terlalu panik. Semoga.
Sumber foto : http://pakarfisika.wordpress.com dan http://allnitecafe.wordpress.com.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Pembelajaran Kejuruan

Galaksi NGC 4414